PERJALANAN BUS MALAM

Di dalam bus yang lengang,

kursi-kursi biru dan merah berjajar rapi,

menanti penumpang dengan kesunyian yang anggun.

Tiang-tiang kuning berdiri kokoh,

seperti penjaga setia,

menawarkan sandaran bagi yang lelah.

Cahaya lampu yang hangat,

menciptakan bayangan lembut,

menambah keintiman perjalanan malam.

Di sudut, ku melihat tiga sosok duduk berdampingan,

terbenam dalam percakapan yang tenang,

sementara dunia luar berlalu tanpa suara.

Suasana yang tenang dan penuh harapan,

seolah waktu berhenti sejenak,

di dalam perjalanan yang sederhana ini.


KILAU SENJA DI KOTA LONDON

London, kota dengan sejarah yang panjang,

Di mana menara jam Big Ben berdiri megah,

Sungai Thames mengalir dengan tenang,

Membawa cerita dari masa ke masa.

Jembatan Tower Bridge, gagah dan kokoh,

Menghubungkan kisah dua tepian,

Dari kebisingan pasar Borough,

Hingga keheningan taman Hyde yang menawan.

Kabut pagi menyelimuti kota ini,

Menambah misteri di balik bangunan tua,

Setiap sudut menyimpan kenangan pasti,

Antara arsitektur klasik dan modern bersua.

Lampu-lampu kota memancar terang,

Menghidupkan malam di Piccadilly Circus,

Sementara roda London Eye berputar perlahan,

Menyuguhkan pemandangan indah tanpa putus.

London, kota yang penuh pesona,

Tempat mimpi dan kenyataan berpadu,

Dari gemerlapnya jalanan Soho,

Hingga ketenangan di tepi kanal Regent nan syahdu.

Kota ini bercerita tanpa henti,

Mengalir dalam alunan waktu yang abadi,

Mengundang setiap jiwa yang melintasi,

Untuk jatuh cinta dalam keajaiban London yang hakiki.


DI BAWAH KUBAH MASJID ISTIQLAL

Istiqlal dengan kubah marmer putih menyentuh langit,  

Melambangkan keikhlasan dan ketulusan jiwa,  

Menyerukan azan lima kali sehari,  

Memanggil umat dalam keharmonian yang suci.

Langit-langitnya yang menjulang tinggi,  

Seperti doa-doa yang melambung ke surga,  

Di dalamnya, seribu harapan dan cinta,  

Berpadu dalam doa dan syukur yang tulus.

Masjid Istiqlal, engkau tempat berteduh,  

Dalam naungan kasih Ilahi yang maha agung,  

Engkau saksi perjalanan waktu,  

Menjaga iman di setiap langkah kami.

Di setiap sudutmu, kami temukan cahaya,  

Menerangi jalan hidup yang penuh makna,  

Dengan rasa syukur, kami mendatangimu,  

Masjid Istiqlal, simbol keagungan dan kedamaian.

Di bawah kubah Istiqlal,

Aku menengadahkan kedua tangan-ku,  

Merasakan kehadiran-Mu dalam kalbu-ku.  

Seraya aku merajut harapan dan doa,  

“Tuhan Kekasih, dengarlah pinta-ku,  

Jadikanlah air wudu-ku sebagai air penebus segala dosa-dosa-ku.”

Ya Allah, ke dalam tangan-Mu,

aku pasrahkan segala permasalahan-ku.  

Buat batin-ku ini, pasrah dan tunduk atas segala rencana-Mu.


NEO SANG PERISAI BUMI mulai menyukai puisi saat masih duduk di bangku SMP. Penyuka mata pelajaran Sejarah, Bahasa Indonesia, dan Teologi Agama ini sering mendatangi Masjid Istiqlal karena di sana suasananya tenang sehingga bisa lebih berkonsentrasi untuk menulis puisi. Saat ini, Neo bersekolah di SMAN 7 Jakarta Pusat. Selain senang membuat puisi, Neo juga menjadi tahfiz Al-Quran juz 28-30. Remaja yang mengidolakan Bunda Theresa ini juga memiliki prestasi juara 1 kompetisi marching band level junior untuk tingkat nasional dan internasional.


Eksplorasi konten lain dari Kabar Baik

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

By maly asooy

Seorang lelaki yang dulu sangat membenci pelajaran mengarang di sekolah. Namun, perkenalannya dengan Teater 35, menemukan suatu kegembiraan baru dalam menulis. Bahkan, sepak terjangnya sebagai penulis membawa lulusan FISIP UI ini turut berperan dalam memecahkan rekor MURI.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *